Etika Profesi, Definisi dan Prinsip

Ringkasan Materi Etika Profesi

1. Pengertian Profesi dan Profesional

Kata/istilah profesi berasal dari bahasa Latin, yaitu “Professues” yang berarti; suatu kegiatan atau pekerjaan yang semula dihubungkan dengan sumpah dan janji bersifat religius. Dari pernyataan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara histories pemakaian istilah profesi tersebut, seseorang yang memiliki profesi berarti memiliki ikatan batin dengan pekerjaannya. Jika terjadi pelanggaran sumpah jabatan yang dianggap telah menodai “kesucian” profesi tersebut. Artinya “kesucian” profesi tersebut perlu dipertahankan dan yang bersangkutan tidak akan menghianati profesinya (Mahmoeddin, 1994:53). 

Di lapangan praktik dikenal dua jenis bidang profesi, antara lain: 

a. Profesi Khusus 

Profesi khusus ialah para profesional yang melaksanakan profesi secara khusus untuk mendapatkan nafkah atau penghasilan tertentu sebagai tujuan pokoknya. Misalnya; profesi bidang ekonomi, politik, hukum, kedokteran, pendidikan, teknik, humas (public relations), konsultan, dan lain-lain;

b. Profesi Luhur 

Profesi Luhur ialah para profesional yang melaksanakan profesinya, tidak lagi untukmendapatkan nafkah sebagai tujuan utamanya, tetapi sudah merupakan dedikasi atau jiwa pengabdiannya semata-mata. Misalnya; kegiatan profesi di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, budaya, dan seni. 

Berdasarkan penjelasan diatas, profesi dapat didefinisikan sebagai pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu keahlian. Sementara itu, Profesional artinya ahli dalam bidangnya. Seorang profesional adalah seorang yang hidup dengan mempraktikkan suatu keahlian tertentu atau terlibat dalam suatu kegiatan tertentu yang menuntut keahlian dan keterampilan tinggi, atau hanya sekadar hobi, untuk bersenang-senang dan bekerja untuk mengisi waktu luangnya. Seseorang dikatakan professional apabila pekerjaanya memiliki ciri standar teknis atau etika suatu profesi (Oerip dan Uetomo, 2000: 264-265).

2. Ciri-ciri Profesional

Ciri-ciri profesional praktisi Public Relations meliputi:

1) Memiliki skill atau kemampuan, pengetahun tinggi yang tidak dimiliki oleh orang umum lainnya, baik itu diperoleh dari hasil pendidikan maupun pelatihan yang diikutinya, ditambah pengalaman selama bertahun-tahun yang telah ditempuhnya sebagai profesional; 

2) Memiliki kode etik yang merupakan standar moral bagi setiap profesi yang dituangkan secara formal, tertulis, dan normatif dalam suatu bentuk aturan main dan perilaku ke dalam “kode etik”, yang merupakan standar atau komitmen moral kode perilaku (code of conduct) dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban selaku by profession dan by function yang memberikan bimbingan, arahan, serta memberikan jaminan dan pedoman bagi profesi yang bersangkutan untuk tetap taat dan mematuhi kode etik tersebut;

3) Memiliki tanggung jawab profesi (responsibility) dan integritas pribadi (integrity) yang tinggi baik terhadap dirinya sebagai penyandang profesi Public Relations, maupun terhadap publik, klien, pimpinan, organisasi perusahaan, penggunaan media umum/massa hingga menjaga martabat serta nama baik bangsa dan negaranya;

4) Memiliki jiwa pengabdian kepada publik atau masyarakat dengan penuh dedikasi profesi luhur disandangnya. Dalam mengambil keputusan meletakkan kepentingan pribadinya demi masyarakat, bangsa, dan negaranya;

5) Otonomisasi organisasi professional, yaitu memiliki kemampuan untuk mengelola (manajemen) organisasi humas mempunyai kemampuan dalam perencanaan program kerja jelas, strategis, mandiri, dan tidak tergantung pihak lain serta sekaligus dapat bekerja sama dengan pihak-pihak terkait, dapat dipercaya dalam menjalankan operasional, peran, dan fungsinya;

6) Menjaga anggota salah satu organisasi profesi sebagai wadah untuk menjaga eksistensinya, mempertahankan kehormatan, dan menertibkan perilaku standar profesi sebagai tolok ukur itu agar tidak dila nggar. Selain organisasi profesi sebagai tempat berkumpul, fungsi lainnya adalah sebagai wacana komunikasi untuk saling menukar informasi, pengetahuan, dan membangun rasa solidaritas sesama rekan anggota.

3. Etika Profesi

Etika secara umum didefinisikan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongn tertentu atau individu (Sukamto, 1991 dalam Suraida, 2005: 118). Dan profesi adalah pekerjaan dimana dari pekerjaan tersebut diperoleh nafkah untuk hidup, sedangkan professional dapat diartikan bersifat profesi atau memiliki keahlian dan kterampilan karena pendidikan dan latihan (Badudu dan Sutan, 2002: 848). Prakoso (2015: 59), mengatakan etika profesi merupakan etika sosial dalam etika khusus mempunyai tugas dan tanggungjawab kepada ilmu dan profesi yang disandangnya. Etika profesi merupakan suatu tujuan agar setiap pemegang profesi tetap berada dalam nilai-nilai professional, bertanggungjawab dan menjunjung tinggi profesi yang dipegangya.

Berikut beberapa pendapat lain mengenai definisi etika profesi:

- Menurut Muchtar (2016), etika profesi merupakan aturan perilaku yang memiliki kekuatan mengikat bagi setiap pemegang profesi.

- Lubis (1994) berpendapat etika profesi merupakan sikap hidup berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas.

- Menurut Siti Rahayu (2010: 49), etika profesi merupakan kode etik untuk profesi tertentu dan karenanya harus dimengerti selayaknya, bukan sebagai etika absolut. Untuk mempermudah harus dijelaskan bagaimana masalah hokum dan etika berkaitan walaupun berbeda.

Dari beberapa penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa etika profesi merupakan norma yang mengikat secara moral hubungan antar manusia, yang dapat dituangkan dalam aturan, yang disusun dalam kode etik suatu profesi. Etika profesi sendiri merupakan bagian dari etika sosial. Etika Profesi memberikan penekanan pada hubungan antar manusia (antar-insani) dengan sesamanya yang memilki profesi yang sama. Tujuannya, supaya ada kerjasama yang baik dan keselarasan antara individu yang satu dengan individu yang lain dalam satu profesi.

4. Prinsip Etika Profesi

Prinsip Etika Profesi menurut Keraf (1993:49-50):

1) Tanggung jawab; Setiap penyandang profesi tertentu harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap profesi. Hasil dan dampak yang ditimbulan memiliki dua arti sebagai berikut:

a. Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan atau fungsional (by function),artinya keputusan yang diambil dan hasil dari pekerjaan tersebut harus baik serta dapat dipertangungg jawabkan sesuai standar profesi, efisien, dan efektif;

b. Tanggung jawab terhadap dampak atau akibat dari tindakan dari pelaksanaan profesi (by profession) tersebut terhadap dirinya, rekan kerja dan profesi, organisasi /perusahaan dan masyarakat umum lainnya, serta keputusan atau hasil pekerjaan tersebut dapat memberikan manfaat dan berguna bagi dirinya sendiri atau pihak lainnya. Prinsipnya, seorang profesonal harus berbuat baik (beneficence) dan tidak berbuat secara kejahatan (non-maleficence). 

2) Kebebasan; Para profesional memiliki kebebasan dalam menjalankan profesinya tanpa merasa takut atau ragu-ragu, tetapi tetap memiliki komitmen dan bertanggung jawab dalam batas-batas aturan main yang telah ditentukan oleh Kode Etik sebagai standar perilaku profesional.

3) Kejujuran; Jujur dan setia erta merasa terhormat pada profesi yang disandangnya, mengakui kelemahannya dan tidak menyombongkan diri, serta berupaya terus untuk mengembangkan diri dalam mencapai kesempurnaan bidang keahlian dan profesinya melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman. Di samping itu, tidak akan melacurkan profesinya untuk tujuan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan demi tujuan materi semata atau kepentingan sepihak.

4) Keadilan; Dalam menjalankan profesinya, setiap profesional memiliki kewajiban dan tidak dibenarkan melakukan pelanggaran terhadap hak atau mengganggu milik orang lain, lembaga atau organisasi, hingga mencemarkan nama baik bangsa dan negara. Di samping itu, harus menghargai hak-hak, menjaga kehormatan, nama baik, martabat dan milik bagi pihak lain agar tercipta saling menghormati dan keadilan secara objektif dalam kehidupan masyarakat.

5) Otonomi; Dalam prinsip ini, seorang profesional memiliki kebebasan secara otonom dalam menjalankan profesinya sesuai dengan keahlian, pengetahuan, dan kemampuannya. Organisasi dan departemen yang dipimpinnya melakukan kegiatan operasional atau kerja sama yang terbebas dari campur tangan pihak lain. Apapun yang dilakukannya merupakan konsekuensi dari tanggung jawab profesi. Kebebasan otonom merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki setiap profesional.


Referensi:

A. H. Putri, K. S. Ratmini, "Etika Profesi dan Profesionalisme Public Relations," IHDN Denpasar. 2017.

B. A. Kusuma, "PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR, ETIKA PROFESI, DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS," Universitas Negeri Yogyakart. 2012.

M. B. Djatmiko, Z. H. Rizkina, "Etika Profesi, Profesionalisme, dan Kualitas Audit,"Bandung Business School. Study & Accounting Research, Vol. XI, No. 2, 2014.

Lebih baru Lebih lama