Essay: Peran Mahasiswa Melalui Gerakan Literasi Dalam Jaringan

Source: google.com



Fenomena angsa hitam, demikian penulis Nassim Nicolas Taleb sampaikan dalam bukunya The Black Swan (2007). Menurut Taleb, banyak penemuan ilmiah merupakan fenomena angsa hitam, terjadi secara tidak disengaja dan tidak diramalkan seperti halnya kehadiran internet. Pernyataan tersebut dirangkum dalam sebuah teori yang disebutnya dengan “Teori Angsa Hitam”, merujuk kepada peristiwa langka yang berdampak besar, sulit diprediksi, dan diluar perkiraan biasa. Teori angsa hitam, sebuah ungkapan kekhawatiran seorang penulis dari Lebanon akan terjadinya peristiwa yang mengejutkan. Seperti apa yang dirasakan saat ini, kemunculan internet benar memberikan dampak besar terhadap kehidupan manusia, khususnya dalam dunia pendidikan. Internet (Interconnected Network), sebuah sistem jaringan komputer yang terhubung secara global. Internet, sebutlah salah satu media komunikasi ini berhasil mengalihkan perhatian para pembelajar terhadap ketertarikannya dalam literasi. Budaya baca yang sangat rendah, sebuah fakta yang ditemukan bebagai lembaga yang melakukan studi mengenai hal tersebut. Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2019 melakukan studi mengenai minat baca terhadap 79 negara. Berdasarkan studi PISA tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-72 dari 77 negara yang disurvei mengenai minat baca. Peringkat tersebut mengalami kemunduran setelah pada tahun 2015 Indonesia berada di peringkat ke-65, sementara Singapura konsisten mendapat peringkat teratas. Internet menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kemunduran tersebut. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran para pembelajar tentang bagaimana seharusnya internet dimanfaatkan. Disinilah mahasiswa harus mampu mengambil peran, menghadirkan gagasan-gagasan segar agar dapat memperbaiki kualitas literasi para generasi digital di era globalisasi saat ini. Sebagaimana peran mahasiswa yang dikemukakan oleh Isjoni dalam http://www.isjoni.com, yakni sebagai knowledge transfer dan community development. Menjadi penggagas, penggerak, serta pelopor dalam melakukan demonstrasi digital untuk meningkatkan kurva minat baca di Indonesia.


Teori angsa hitam yang digagas oleh Taleb, benar menunjukkan bahwa kehadiran internet merupakan peristiwa yang mengejutkan. Ketidaksiapan para penggunanya menyebabkan internet tidak dimanfaatkan secara optimal, internet lebih cenderung digunakan untuk hiburan ketimbang beredukasi, sedangkan internet dapat menjadi media untuk memperluas wawasan terkhusus sebagai media literasi. Hasil survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) periode 2019-2020 mencatat jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 196.7 juta jiwa. Badan Statistik Nasional mengungkapkan bahwa 80% penggunaan internet di ponsel digunakan untuk sosial media dengan durasi waktu yang lama pada setiap harinya. Data tersebut jelas membuktikan bahwa kecenderungan penggunaan internet untuk hiburan sangat tinggi walaupun tidak menutup kemungkinan pengguna sosial media tersebut melakukan transfer ilmu pengetahuan atau berliterasi. Tetapi, dapat dipastikan presentasenya relatif kecil. Namun demikian, tingginya presentase pengguna internet di Indonesia dapat menjadi peluang besar untuk membuat terobosan baru dalam meningkatkan minat baca. Sedikitnya, mampu mengoptimalkan kebermanfaatan internet untuk meningkatkan minat baca di Indonesia.


Berbicara mengenai internet, informasi tumbuh secara eksponensial, sementara pengetahuan muncul secara linear, kita dibanjiri informasi tetapi tidak dibanjiri pengetahuan. Demikian ungkapan Taleb (2007), menyindir bagaimana seharusnya kita menyikapi internet sebagai media literasi. Jika buku tidak lagi dikenal sebagai sumber ilmu, maka tidak salah ketika internet menggantikan perannya. Tragedi nol buku, sebuah ungkapan sastrawan senior Taufik Ismail terhadap budaya bangsa ini. Budaya literasi yang sangat rendah. Taufik Ismail sempat dikejutkan dengan hasil penelitiannya mengenai kewajiban membaca buku sastra pada tingkat SMA di 13 negara pada Juli-Oktober 1997. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa siswa SMA Indonesia sama sekali tidak diwajibkan untuk membaca buku sastra, melainkan hanya menjadi sebuah anjuran.


Penelitian Taufik Ismail didukung oleh sebuah fakta yang ditemukan bebagai lembaga yang melakukan studi mengenai hal tersebut, yaitu mengenai minat baca. Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2019 melakukan studi mengenai minat baca terhadap 79 negara. Berdasarkan studi PISA tersebut, Indonesia berada di peringkat ke-72 dari 77 negara yang disurvei mengenai minat baca. Peringkat tersebut mengalami kemunduran setelah pada tahun 2015 Indonesia berada di peringkat ke-65. Di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia berada di peringkat paling bawah bersama dengan Filipina yang menduduki peringkat terakhir. Singapura konsisten mendapat peringkat teratas, bahkan mengalahkan Jepang dan Korea Selatan. Menurut data United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO), minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001%. Artinya, dari 1000 orang hanya 1 yang gemar literasi. Tidak hanya itu, riset yang bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked, yang dilakukan oleh Connecticut State University, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara mengenai minat baca. Data-data tersebut mengajak kita untuk semakin menyadari akan pentingnya literasi.


Literasi berbasis digital merupakan sebuah orientasi baru, karena di era globalisasi kita dituntut untuk menjadi generasi digital yang berintelektual. Generasi digital adalah mereka yang tumbuh di tengah gencarnya perkembangan teknologi, kemudahan akses informasi digital dan teknologi informasi. Keadaan ini menuntut kita untuk tidak hanya menjadi pengonsumsi teknologi, akan tetapi sekaligus sebagai pengendali. Disinilah peran strategis media untuk meningkatkan kurva minat baca di Indonsia. Media dapat menjadi solusi untuk menarik minat baca masyrakat Indonesia.  Ada dua peran mahasiswa yang disampaikan Isjoni, yaitu knowledge transfer dan community development. Menjadi penggagas untuk meghadirkan inovasi-inovasi baru serta penggerak juga pelopor demonstrasi digital yang berupaya untuk mencerdaskan generasi bangsa, dengan literasi dalam jaringan yang menjadi langkah awal. Beberapa upaya yang dapat dilakukan mahasiswa untuk meningkatkan minat baca di Indonesia, antara lain:

1. Menumbuhkan kesadaran pentingnya literasi di era digital

Kesadaran mempunyai peran penting untuk membangkitkan motivasi diri. Ketika kesadaran seseorang sudah terbangun, lambat-laun orang tersebut akan termotivasi untuk mencapai apa yang disadarinya. Memberikan informasi dengan strategi persuasif dapat menjadi metode yang tepat untuk menumbuhkan kesadaran seseorang akan pentingnya literasi.

2. Menyalakan dan mengoptimalkan program perpustakaan online (e-library)

Ketersediaan perpustakaan online yang dapat diakses kapan dan dimana saja dapat mempengaruhi keberhasilan program ini, yaitu literasi dalam jaringan. Koleksi e-book juga akan mempengaruhi ketertarikan pengakses, karena karya-karya yang menarik cenderung akan mendapat respon yang baik.

3. Membentuk komunitas baca online (e-community)

Mendirikan komunitas baca untuk saling bertukar gagasan, transfer pengetahuan, berbagi informasi, dan membangun relasi satu sama lain. Melakukan sosialisasi sekaligus pengabdian diri untuk menerapkan kebiasaan baru, yaitu literasi dalam jaringan. Kegiatan ini dapat dilakukan secara vitual atau berbasis daring.

4. Mengadakan virtual event literasi nasional

Program-program seperti ini dapat menjadi ajang pengembangan diri juga sebagai parameter keberhasilan program. Penghargaan atas keikutsertaan dapat diberikan untuk memicu motivasi literasi yang lebih tinggi. Terlebih, memberikan reward sebagai apresiasi atas kecakapan literasi yang dimiliki.

5. Mengontrol kebijakan pemerintah

Sudah seharusnya mahasiswa peka terhadap kebijakan pemerintah. Menjadi wadah aspirasi masyarakat untuk mengajukan atau menyampaikan pendapat ataupun saran sebagai solusi untuk meningkatkan minat baca, seperti seruan untuk mendukung program literasi dalam jaringan.


Meningkatnya kurva minat baca di Indonesia menjadi harapan yang sangat diidam-idamkan. Pencapaian tersebut akan menjadi bukti keseriusan mahasiswa dalam menjalankan tugasnya sebagai agen perubahan, berhasil memainkan perannya sebagai knowledge transfer dan community development. Mencerdaskan kehidupan bangsa dengan mewujudkan generasi digital yang berintelektual. Sehingga, kita tidak lagi dikejutkan dengan adanya fenomena angsa hitam. Dengan terbebasnya bangsa ini dari keterpurukan literasi di era digital, semakin mudah langkah kita untuk menuju kejayaan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, sudah saatnya mahasiswa menjalankan peran, nilai-nilai, dan fungsi mahasiswa dengan harapan apa yang dilakukan saat ini dapat menjadi bekal serta bahan evaluasi di masa mendatang untuk Indonesia yang lebih baik.

Lebih baru Lebih lama