Menganalisis Jurnal “Struktur dan Kultur Dominasi: Relasi Agensi dan Strukturasi dalam Pembentukan Kultur Prajurit TNI Angkatan Darat pada Era Reformasi”, oleh K.J. Sihotang (Universitas Gadjah Mada).
Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang secara institusional mendominasi sistem sosial dan politik di Indonesia pada masa orde baru, berakhir dengan jatuhnya rezim Soeharto dan munculnya era reformasi. TNI belum melakukan reformasi budaya, terutama pada personel budaya militer. Pada aspek personel budaya militer, budaya personel TNI masih didominasi oleh feodalistik yang sudah berlangsung lama. Dilakukannya penelitian tersebut dilatarbelakangi atas pertimbangan kondisi TNI yang dituntut untuk semakin profesional seiring dengan tantangan dan hambatan dalam menjalankan tugas serta fungsinya. Penelitian tersebut tidak dimaksudkan untuk memperoleh validitas eksternal, melainkan lebih bertujuan untuk memperoleh pemahaman mengenai suatu realitas dalam konteksnya yang spesifik. Penelitian tersebut dilakukan dengan analisis kritis yang secara praktis menggunakan pendekatan kualitatif untuk mengkaji persoalan kultur dalam institusi TNI, dengan fokus pada TNI Angkatan Darat (TNI AD). Penelitian tersebut menggunakan teori keagenan dan struktur teori Anthony Giddens dan habitus dari Pierre Bourdieu untuk tujuan analitis.
Pemikiran pokok dalam penelitian ini : pertama, membangun asumsi teoritisnya dengan anggapan bahwa seluruh kultur dalam diri prajurit TNI merupakan hasil dari relasi prajurit sebagai agen dan struktur. Dalam perspektif ini, struktur tersebut bersifat memberdayakan (enabling) bukan mengekang (constraining). Kedua, membangun asumsi sosiologisnya dari pandangan bahwa loyalitas, disiplin dan militansi sebagai kultur yang tumbuh dalam diri prajurit TNI bersifat dominan. Reformasi kultur prajurit TNI bersifat inheren, artinya reformasi tersebut muncul bukan karena desakan dari luar, sebab desakan dari luar memang diarahkan pada institusi TNI. Hal ini terjadi karena dua sebab : pertama, kekeliruan TNI pada masa lalu adalah kekeliruan institusional bukan personal. Kedua, dengan sistem komando yang kuat, persoalan kultur prajurit TNI yang menyimpang dapat dibenahi melalui sistem yang tersedia. Jadi, reformasi struktural (institusional) dinilai memiliki kemampuan membentuk reformasi kultural prajurit TNI.
Dalam penelitian tersebut terdapat dominasi yang terjadi terhadap pembentukan kultur prajurit TNI Angkatan Darat pada era reformasi, dalam hal ini pada aspek personel budaya militer (budaya personel TNI) didominasi oleh struktur dan agensi yang dianggap mampu membentuk reformasi kultural prajurit TNI. Prajurit TNI itu sendiri merupakan kelompok minoritas yang terdominasi oleh agensi dan strukturasi, dalam artian agensi dan strukturasi adalah kelompok mayoritas terlihat dari struktur tersebut yang tampak mengekang, mendominasi bahkan “menindas” setiap prajurit sebagai agen yang berinteraksi dengan lingkungan militer sebagai sebuah struktur.
Dilihat dari esensi yang dibangun dalam penelitian tersebut, pribadi menyimpulkan bahwa penelitian tersebut termasuk ke dalam cabang “Frankfurt School” dalam tradisi dan paradigm kritis, yakni mencoba untuk memperoleh pemahaman mengenai bagaimana perubahan atau transformasi yang terjadi terkait dengan pembentukan kultur TNI Angkatan Darat pada era reformasi.